Sebuah persembahan kecil bunga dan / atau uang Ditempatkan di nampan persegi kecil anyaman dari daun kelapa. "Canang" Mengacu pada tray, sementara "sari" Mengacu pada "esensi" dari korban yang Mungkin sejumlah kecil uang Ditempatkan di atas.
Canang sari Dapat ditemukan di seluruh pulau, kuil di rumah kecil, di kuil-kuil desa, bahkan di tanah! (Untuk langkah pada satu sengaja bukanlah pelanggaran mengerikan, jadi jangan cemas.)
Canang sari yang ditawarkan setiap pagi oleh Bali untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada pencipta (Sang Hyang Widi Wasa). Canang sari memerlukan sedikit usaha untuk menciptakan, que menambahkan makna pengorbanan yang dibuat.
Canang sari yaitu inti dari pikiran dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit).
Canang sari Dapat ditemukan di seluruh pulau, kuil di rumah kecil, di kuil-kuil desa, bahkan di tanah! (Untuk langkah pada satu sengaja bukanlah pelanggaran mengerikan, jadi jangan cemas.)
Canang sari yang ditawarkan setiap pagi oleh Bali untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada pencipta (Sang Hyang Widi Wasa). Canang sari memerlukan sedikit usaha untuk menciptakan, que menambahkan makna pengorbanan yang dibuat.
Canang sari yaitu inti dari pikiran dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit).
Berbicara masalah budaya Bali,
tidak akan pernah terlepas dari agama Hindu yang dianut mayoritas
masyarakat Bali. Dalam suatu konsep agama Hindu dalam mempersiapkan
sarana persembahyangan, yang antara lain : air, api, bunga, buah, daun.
Dalam budaya Bali, konsep ini kemudian dipraktekkan dalam wujud seni.
Salah satunya adalah keanekaragaman bentuk sesajen.
BANTEN adalah Weda, sama halnya dengan mantra.
Ketika umat tidak mampu merapalkan mantra Weda dengan baik, sebagai
bentuk bukti syukur umat dapat membuktikannya dengan menghaturkan
sesajen atau banten yang baik sesuai dengan ajaran Weda. Melalui banten
inilah sebagai penolong manusia menghubungkan antara yang dipuja
dengan yang memuja (Rai Sudarta, 2001:58).
Ida Bagus Sudarsana dalam bukunya yang berjudul Himpunan Tetandingan
Upakara Yadnya menyebutkan dalam pelaksanaan upacara harus ada tiga
unsur yakni bunga, air dan
api, maka dalam pelaksanaan upacara kuantitas yang terkecil dari sarana
yang dibutuhkan adalah berupa sarana yang merupakan inti atau kanista
yang disebut dengan canang
Canang berasal dari dua suku kata “Ca” yang berarti indah dan “Nang”
yang diartikan sebagai tujuan yang dimaksud sesuai dengan
kamus Kawi/Jawa Kuno (Sudarsana, 2010:1). Sari berarti inti atau sumber.
Dengan demikian maksud dan tujuan canang adalah sebagai sarana bahasa
Weda untuk memohon keindahan kekuatan Widya kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun
niskala. Canang merupakan upakara yang penting bagi umat Hindu khususnya
di Bali.
canang sudah umum dipakai sebagai sarana persembahyangan, tetapi masih
ada umat yang belum memahami maknanya. Canang dalam bahasa Jawa kuno
awalnya berarti sirih, sehingga di Bali ada istilah pecanangan yang
isinya sirih, gambir, pamor, tembakau, dan buah pinang.
Di Bali canang disusun menjadi sebuah sarana persembahyangan yang bahan
intinya yakni peporosan. Peporosan dibuat dari daun sirih, kapur, gambir
dan buah pinang. ''Sirih pada zaman dulu diberikan sebagai penghormatan
terhadap para tamu. Bahkan, sampai sekarang sirih memiliki arti penting
dalam sebuah upacara di Bali dan juga masih disuguhkan kepada tamu
Karena dalam kesehariannya umat Hindu selalu menghaturkan canang sari
sebagai wujud sujud bakti kepada Sang Hyang Widhi. Selain itu canang
sari merupakan sarana upakara yang paling sederhana namun sangatlah
penting. Dalam Bhagawad Gita IX.26, dikatakan
patram puspam phalam toyamyo me bhaktya prayacchatitat aham bhakty-upahrtamasnami prayatatmanah
Artinya :
siapapun yang dengan sujud bhakti kehadapan-Ku mempersembahkan sehelai daun, sebiji buah-buahan,seteguk air, aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci
Jika dicermati petikan Sloka Bhagawad Gita tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan canang sari merupakan sarana upacara yang sudah cukup lengkap
walau dalam skala kecil, karena isi canang umumnya terdiri dari
daun,bunga, buah, dan biji yang semua bahan itu memiliki nilai filosofi
masing-masing.
Canang dan upakara yang lain merupakan pengejahwantahan Weda yang lahir
dari konsep Yadnya, Kata Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta yakni Yaj
yang berarti korban pemujaan. Jadi, Yadnya berarti korban suci (Made
Ngurah, 2005:147). Jenis yadnya dibedakan menjadi lima yang disebut
dengan Panca Yadnya yang terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra
Yadnya, Manusia Yadnya dan Butha Yadnya.
Dalam konteks ritual upacara inilah yang melahirkan konsep upakara.
Upakara yaitu bahan atau material yang akan menjadi wujud dalam
persembahan itu. Berdasarkan besar kecilnya upakara yang digunakan
yadnya dibedakan menjadi tiga yaitu nistha ( tingkat kecil), Madya (
tingkat menengah), Utama ( tingkat besar). Walaupun terbagi menjadi
tiga tingkatan namun dari segi kualitas ketiganya tidak ada perbedaan,
sepanjang dalam pelaksanaannya didasari dengan ketulusan dan kesucian
hati. Begitu pula dengan canang walau merupakan upakara yang paling
sederhana dibanding upakara yang lain namun dalam konteks yadnya, canang
tetap meupakan pengorbanan suci sebagai wujud syukur dan bakti
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi. Arti dan makna simbolik itu terkandung
baik dari bentuk maupun bahan yang digunakan dalam pembuatan upakara
tersebut yang keseluruhannya merupakan simbol-simbol ketuhanan.
Sarana upacara atau bebantenan di Bali, sesungguhnya tidak hanya hiasan
belaka. Tetapi, di dalamnya sarat makna simbolis. Pada umumnya, sarana
upakara tersebut sebagai media bagi umat untuk menghubungkan diri dengan
Sang Pencipta.
Canang sari adalah suatu Upakāra /banten
yang selalu menyertai atau melengkapi setiap sesajen/persembahan,
segala Upakāra yang dipersiapkan belum disebut lengkap kalau tidak di
lengkapi dengan canang sari, begitu pentingnya sebuah canang sari dalam
suatu Upakāra /bebanten.
Canang sari dalam persembahyangan penganut Hindu Bali adalah kuantitas
terkecil namun inti (kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti,
karena dalam setiap bebantenan apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang
sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang
sari juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk
memohon kehadapan Sang Hyang Widhi yaitu memohon kekuatan Widya
(Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung.
Tidak itu saja, bahan lainnya seperti ceper yang berbentuk segi empat
melambangkan catur purusa artha dan taledan atau tapak dara melambangkan
keharmonisan serta uras sari lambang keheningan pikiran atau keteguhan
pikiran. ''Jadi canang itu adalah wujud persembahan kepada Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Tri Murti. Umat memohon anugerah kepada Beliau
agar mampu mencapai tujuan hidup yakni catur purusa artha dengan
selamat,'' katanya. Sementara bunga lambang kesucian hati dan lambang
kasih sayang. ''Bahkan, canang itu inti pokok semua banten yang lain,
Komponen canang sari :
- Daun janur sebagai alas;
- Porosan (sebentuk kecil daun janur kering yang berisi kapur putih);
- Seiris pisang;
- Seiris tebu:
- Boreh miik (sejenis bubuk berbau wangi);
- Kekiping (sejenis kue dari ketan yang kecil dan tipis);
- Di atasnya diletakkan bunga beraneka ragam (umumnya berupa warna : putih, kuning, merah, hijau);
- sesari atau uang
No comments:
Post a Comment