Translate

Thursday, 6 February 2014

Canang Sebagai Sarana Bakti - Hindu BALI

Sebuah persembahan kecil bunga dan / atau uang Ditempatkan di nampan persegi kecil anyaman dari daun kelapa. "Canang" Mengacu pada tray, sementara "sari" Mengacu pada "esensi" dari korban yang Mungkin sejumlah kecil uang Ditempatkan di atas.

 
Canang sari Dapat ditemukan di seluruh pulau, kuil di rumah kecil, di kuil-kuil desa, bahkan di tanah! (Untuk langkah pada satu sengaja bukanlah pelanggaran mengerikan, jadi jangan cemas.)

Canang sari yang ditawarkan  setiap pagi oleh Bali  untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada pencipta (Sang Hyang Widi Wasa). Canang sari memerlukan sedikit usaha untuk menciptakan, que menambahkan makna pengorbanan yang dibuat.


Canang sari yaitu inti dari pikiran dan niat yang suci sebagai tanda bhakti/hormat kepada Hyang Widhi ketika ada kekurangan saat sedang menuntut ilmu kerohanian (lontar Mpu Lutuk Alit).
Berbicara masalah budaya Bali, tidak akan pernah terlepas dari agama Hindu yang dianut mayoritas masyarakat Bali. Dalam suatu konsep agama Hindu dalam mempersiapkan sarana persembahyangan, yang antara lain : air, api, bunga, buah, daun. Dalam budaya Bali, konsep ini kemudian dipraktekkan dalam wujud seni. Salah satunya adalah keanekaragaman bentuk sesajen.
BANTEN adalah Weda, sama halnya dengan mantra. Ketika umat tidak mampu merapalkan mantra Weda dengan baik, sebagai bentuk bukti syukur umat dapat membuktikannya dengan menghaturkan sesajen atau banten yang baik sesuai dengan ajaran Weda. Melalui banten inilah sebagai penolong manusia menghubungkan antara yang dipuja dengan yang memuja (Rai Sudarta, 2001:58).

Ida Bagus Sudarsana dalam bukunya yang berjudul Himpunan Tetandingan Upakara Yadnya menyebutkan dalam pelaksanaan upacara harus ada tiga unsur yakni bunga, air dan api, maka dalam pelaksanaan upacara kuantitas yang terkecil dari sarana yang dibutuhkan adalah berupa sarana yang merupakan inti atau kanista yang disebut dengan canang 
Canang  berasal dari dua suku kata “Ca” yang berarti indah dan “Nang” yang diartikan sebagai tujuan yang dimaksud sesuai dengan kamus Kawi/Jawa Kuno (Sudarsana, 2010:1). Sari berarti inti atau sumber.
Dengan demikian maksud dan tujuan canang adalah sebagai sarana bahasa Weda untuk memohon keindahan  kekuatan Widya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa  beserta Prabhawa (manifestasi) Nya secara skala maupun niskala. Canang merupakan upakara yang penting bagi umat Hindu khususnya di Bali. 
canang sudah umum dipakai sebagai sarana persembahyangan, tetapi masih ada umat yang belum memahami maknanya. Canang dalam bahasa Jawa kuno awalnya berarti sirih, sehingga di Bali ada istilah pecanangan yang isinya sirih, gambir, pamor, tembakau, dan buah pinang.
Di Bali canang disusun menjadi sebuah sarana persembahyangan yang bahan intinya yakni peporosan. Peporosan dibuat dari daun sirih, kapur, gambir dan buah pinang. ''Sirih pada zaman dulu diberikan sebagai penghormatan terhadap para tamu. Bahkan, sampai sekarang sirih memiliki arti penting dalam sebuah upacara di Bali dan juga masih disuguhkan kepada tamu
Karena dalam kesehariannya umat Hindu selalu menghaturkan canang sari sebagai wujud sujud bakti kepada Sang Hyang Widhi. Selain itu canang sari merupakan sarana upakara yang paling sederhana namun sangatlah penting. Dalam Bhagawad Gita IX.26, dikatakan
patram puspam phalam toyam
yo me bhaktya prayacchati
tat aham bhakty-upahrtam
asnami prayatatmanah
Artinya :
siapapun yang dengan sujud bhakti kehadapan-Ku mempersembahkan sehelai daun, sebiji buah-buahan,seteguk air, aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci
Jika dicermati petikan Sloka Bhagawad Gita tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan canang sari merupakan sarana upacara yang sudah cukup lengkap walau dalam skala kecil, karena isi canang umumnya terdiri dari daun,bunga, buah, dan biji yang semua bahan itu memiliki nilai filosofi masing-masing.
Canang dan upakara yang lain merupakan pengejahwantahan Weda yang lahir dari konsep Yadnya, Kata Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta yakni Yaj yang berarti korban pemujaan. Jadi, Yadnya berarti korban suci (Made Ngurah, 2005:147). Jenis yadnya dibedakan menjadi lima yang disebut dengan Panca Yadnya yang terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusia Yadnya dan Butha Yadnya.
Dalam konteks ritual upacara inilah yang melahirkan konsep upakara. Upakara yaitu bahan atau material yang akan menjadi wujud dalam persembahan itu. Berdasarkan besar kecilnya upakara yang digunakan yadnya dibedakan menjadi tiga yaitu nistha ( tingkat kecil), Madya ( tingkat menengah), Utama ( tingkat besar). Walaupun terbagi menjadi tiga tingkatan namun dari segi kualitas ketiganya tidak ada perbedaan, sepanjang dalam pelaksanaannya didasari dengan ketulusan dan kesucian hati. Begitu pula dengan canang walau merupakan upakara yang paling sederhana dibanding upakara yang lain namun dalam konteks yadnya, canang tetap meupakan pengorbanan suci sebagai wujud syukur dan bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi. Arti dan makna simbolik itu terkandung baik dari bentuk maupun bahan yang digunakan dalam pembuatan upakara tersebut yang keseluruhannya merupakan simbol-simbol ketuhanan.
Sarana upacara atau bebantenan di Bali, sesungguhnya tidak hanya hiasan belaka. Tetapi, di dalamnya sarat makna simbolis. Pada umumnya, sarana upakara tersebut sebagai media bagi umat untuk menghubungkan diri dengan Sang Pencipta.
Canang sari adalah suatu Upakāra /banten yang selalu menyertai atau melengkapi setiap sesajen/persembahan, segala Upakāra yang dipersiapkan belum disebut lengkap kalau tidak di lengkapi dengan canang sari, begitu pentingnya sebuah canang sari dalam suatu Upakāra /bebanten.
Canang sari dalam persembahyangan penganut Hindu Bali adalah kuantitas terkecil namun inti (kanista=inti). Kenapa disebut terkecil namun inti, karena dalam setiap bebantenan apa pun selalu berisi Canang Sari. Canang sari sering dipakai untuk persembahyangan sehari-hari di Bali. Canang sari juga mengandung salah satu makna sebagai simbol bahasa Weda untuk memohon kehadapan Sang Hyang Widhi yaitu memohon kekuatan Widya (Pengetahuan) untuk Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung. 
Tidak itu saja, bahan lainnya seperti ceper yang berbentuk segi empat melambangkan catur purusa artha dan taledan atau tapak dara melambangkan keharmonisan serta uras sari lambang keheningan pikiran atau keteguhan pikiran. ''Jadi canang itu adalah wujud persembahan kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Tri Murti. Umat memohon anugerah kepada Beliau agar mampu mencapai tujuan hidup yakni catur purusa artha dengan selamat,'' katanya. Sementara bunga lambang kesucian hati dan lambang kasih sayang. ''Bahkan, canang itu inti pokok semua banten yang lain,
Komponen canang sari :
  • Daun janur sebagai alas;
  • Porosan (sebentuk kecil daun janur kering yang berisi kapur putih);
  • Seiris pisang;
  • Seiris tebu:
  • Boreh miik (sejenis bubuk berbau wangi);
  • Kekiping (sejenis kue dari ketan yang kecil dan tipis);
  • Di atasnya diletakkan bunga beraneka ragam (umumnya berupa warna : putih, kuning, merah, hijau);
  • sesari  atau uang

No comments:

Post a Comment